Jumat, 03 Mei 2013

PENGERTIAN DAN PERBEDAAN WAHYU, ILHAM, TA'LIM DAN ALQUR'AN


BAB II
PEMBAHASAN

2.1          Pengertian dan perbedaan; wahyu, ilham, ta’lim dan al qur’an

2.1, 1. Pengertian; wahyu, ilham, ta’lim dan al qur’an
a.    Pengertian Wahyu
Wahyu adalah perkataan yang menunjukkan atas dua arti pokok. Dua hal yang yang tersembunyi dan cepat. Ada yang mengatakan wahyu itu adalah arti yang tersembunyi itu cepat di tangkap, khusus bagi orang- orang yang menghadapkan perhatian kepadanya itu. Sebab tersembunyi kepada orang lain.
Wahyu menurut ilmu bahasa ialah syarat yang cepat denagan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan . Juga bermakana surat dan tulisan sebagaimana yang kita sampaikan kepada orang lain untuk di ketahuinya.
Sedangkan menurut istilah ialah sebutan bagi sesuatu yang di tuangkan dengan cara cepat dari Allah kedalam dada Nabi- nabiNya.[1]

b.    Pengertian Ilham
Sebagian Ulama berkata bahwa ilham ialah jiwa suatu pengetahuan kedalam jiwa yang meminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dalam menyelidiki hujjah- hujjah agama.[2]

c.    Pengertian Ta’lim
Ta’’lim (memberikan pelajaran) bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan.[3]




d.    Pengertian Al Qur’an
Al Qur’an ialah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk menjadi pedoman hidup dan untuk melemahkan bangsa Arab yang terkenal petah lidahnya  (fasih) dan tinggi susunan bahasanya.



[1] . Hasbi Ash Shiddieqy sejarah & pengantar ilmu Al Qur’an dan Tafsir hal :10
[2] . Hasbi Ash Shiddieqy sejarah & pengantar ilmu Al Qur’an dan Tafsir hal : 12
[3] . Hasbi Ash Shiddieqy sejarah & pengantar ilmu Al Qur’an dan Tafsir hal : 13

          2.1 . Penyimpanan dan Pemeliharaan Otentisitas Al Qur’an masa Rasulullah saw
Al Qur’an turun kepada Nabi saw yang Ummi ( tidak bisa baca tulis) dan. Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayati, agar ia dapt menguasai Al Qur’an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang- orang dengan berita terang agar mereka pun dapat menghafalnya serta memantapkannya. Karena Nabi adalah orang yang Ummi dan diutus Allah di kalangan orang- orang yang Ummi pula.[1]
Allah Berfirman :
ﻫﻮﺍﻟﱠﻨﻱ ﺑﻌﺙﹶ ﻔﻲ ﺍﻷﻤﱢﻴﱢﻦﹶ ﺮﺴﻮﻻﹰ ﻤﻨﻬﹸﻢﹾ ﻴﺘﻠﻮﹾﺍ ﻋﻠﻴﻬﻴﻢﹾ ﺁﻴﺍﺘﻪﹺ ﻮﻴﺯﻜﱢﻴﻬﻢﹾ ﻮﻴﻌﻠﱢﻤﻬﻢﹸ ﻠﻜﺘﺎﺐﹶ ﻮﻠﺤﻜﻤﺔﹶ ﺇﻦﹾ ﻜﺎﻧﻮﹾﺍ ﻤﻦﹾ ﻘﺒﻞﹸ ﻠﻔﻲ ﻀﻼﻞﹴ ﻤﺑﻴﻥﹶ                                                                                               
Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka yang membacakan ayat- ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah”.[2]
Bangsa Arab pada saat itu belum banyak yang dapat membaca dan menulis, namun pada umumnya mereka memiliki daya ingatan yang sangat kuat. Pada setiap kali Rasulullah saw menerima wahyu yang berupa ayat- ayat Al Qur’an beliau membacanya didapan para sahabat, kemudian para sahabat menghafalkan ayat- ayat tersebut sampai hafal diluar kepala. Namun Beliau menyuruh Kuttab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat- ayat yang baru diterimanya itu. Mereka yang termasyur adalah :
1. Abu Bakar As Shiddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Ubay Bin Ka’ab bin Qays
6. Zaid bin Tsabit
7. Zubair bin Awwam
8. Mu’awiyah bin Sufyan
9. Arqam bin Maslamah
10. Muhammad bin Maslamah
11. Abban bin Sa’id bin Al’As
12. Khalid bin Sa’id
13. Tsabir bin Qays
14. Hanzalah bin Rabi
15. Khalid bin Walid
16. Abdullah bin Arqam
17. A’la bin Utbah
18. Syurahbil bin Hasanah
Tulisan yang ditulis oleh para penulis wahyu itu disimpan dirumah Rasul. Disamping itu mereka juga menulis untuk mereka sendiri. Disaat- saat Rasul masih hidup Al Qur’an belum dikumpulkan didalam mushaf (buku yang berjilid). Adapun caranya mereka menulis Al Qur’an yaitu mereka menulisnya pada pelepah- pelepah kurma, keping batu, kulit atau daun kayu, tulang binatang dan sebagainya. Hal ini karena pabrik atau perusahaan kertas di kalangan bangsa arab belum ada. Yang ada baru di negeri lain seperti Persia dan Romawi, tetapi masih sangat kurang dan tidak disebarkan. Orang- orang arab menulis sesuai dengan perlengkapan yang dimiliki dan pantas dipergunakan untuk menulis. Bangsa Arab pada masa turunnya Al Qur’an, mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya pikiranya terbuka. Orang- orang Arab banyak yang hafal seratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkan diluar kepala dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal “ Al Mu’aalaqat Al Asyar” yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya.
Begitu Al Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuan dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal pikiran mereka tertimpa dengan  Al Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al Qur’an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat, surat demi surat. Mereka tinggalkan syair- syair karena merasa memperoleh ruh atau jiwa dari Al Qur’an.
Para sahabat banyak terkenal hafal  Al Qur’an dan Rasulullah telah membakar semangat meraka untuk menghafal Al Qur’an. Banyak diantara mereka yang hafal seluruh Al Qur’an. Para sahabat dikala islam masih disembunyikan, mempelajari Al Qur’an disuatu rumah (rumah Zaid bin Arqam), disanalah mereka berkumpul mempelajari serta memahamkan isi kandungan ayat- ayat yang telah diturunkan itu dengan jalan memudarasahkan.



[1] . H. Amad Syadahli dan H. Ahmad Rofa’I Ulumul Qur’an hal : 94
[2] . Departemen Agama RI Mushaf Al Qur’an dan Terjemahanya Q. S. Al Jumu’ah ayat: 2

100 NAMA ILMIAH HEWAN


1. Ubur – ubur  Aurelia aurita
2. Badak  Rhinoceros sondaicus
3. Harimau loreng  Panthera tigris
4. Banteng  Bos sondaicus
5. Gajah  Elephas maximus
6. Penyu hijau  Chelonia mydas
7. Komodo  Varanus komodoensis
8. Cendrawasih  Paradisaea minor
9. Bunglon  Gonyochepalus novaeguinae
10. Buaya muara  Crocodylus porosus
11. Tarsius  Tarsius bancanus
12. Orang utan  Pongo pygaeus-abelii
13. Tapir  Tapirus indicus
14. Kanguru pohon Dendrolagus ursinus
15. Kakaktua raja  Probosciger aterrimus
16. Kucing rumah   Felis domestica
17. Bekicot   Achatina fulica
18. Udang galah Macrobanchium rosenbergi
19. Kepiting   Portunus sexdentalus
20. Udang air tawar   Cambarus virilis
21. Rajungan   Neptunus pelagicus
22. Jangkrik   Acheta domestica
23. Walang sangit    Leptocorisa acuta
24. Kutu kepala   Pediculus humanus
25. Lebah madu    Apix cerana
26. Anjing  Canis lupus-familiaris
27. Kucing  Felis catus
28. Serigala  Canis lupus
29. Kanguru  Ptanaurus breviceps
30. Kecoa  Periplaneta americana
31. Kepik Diconocoris hewetti
32. Tonggeret Tibicen pruinosa
33. Belalang sembah Montis religiosa
34. Kumbang kelapa Oryctes rhinoceros
35. Lalat buah Drosophilla melanogaster
36. Anoa pegunungan Anoa quarlesi
37. Beruang madu Helarctos malayanus
38. Landak Hystrix brachyura
39. Monyet Sulawesi Macaca brunnescens
40. Trenggiling  Manis javanica
41. Paus bongkok Megaptera novaeangliae
42. Kelinci Nesolagus netscheri
43. Lumba-lumba air tawar Orcaella brevirostris
44. Musang congkok Prionodon linsang
45. Landak Prochidna bruijni
46. Jelarang Ratufa bicolor
47. Simpei Mentawai Simias concolor
48. Tapir Tapirus indicus
49. Jantingan gunung Aethopyga exima
50. Burung madu  Sangihe Aethopyga duyvenbodei
51. Brencet wergan Alcippe pyrrhoptera
52. Mandar Sulawesi Aramidopsis plateni
53. Bangau putih Bubulcus ibis
54. Rangkong Bucerotidae Julang
55. Kakatua putih Cacatua galerita
56. Kakatua gofin Cacatua goffini
57. Kakatua Seram Cacatua moluccensis
58. Itik liar Cairina scutulata
59. Burung mas Caloenas nicobarica
60. Kasuari kecil Casuarius bennetti
61. Kasuari Casuarius casuarius
62. Bangau hitam Ciconia episcopus
63. Burung sohabe coklat Colluricincla megarhyncha
64. Burung matahari Crocias albonotatus
65. Kuntul karang Egretta sacra
66. Alap-alap putih Elanus caerulleus
67. Nuri Sangir Eos histrio
68. Bebek laut Esacus magnirostris
69. Beo Flores Gracula religiosa-mertensi
70. Beo Nias Gracula religiosa-robusta
71. Bayan Lorius roratus
72. Bangau tongtong Leptoptilos javanicus
73. Jalak Bali Leucopsar rothschildi
74. Blekek Asia Limnodromus semipalmatus
75. Beleang ekor putih Lophura bulweri
76. Serindit Sangihe Loriculus catamene
77. Nori merah kepala hitam Lorius domicellus
78. Burung maleo Macrocephalon maleo
79. Burung gosong Megapodius reintwardtii
80. Burung kipas biru Musciscapa ruecki
81. Bangau putih susu Mycteria cinerea
82. Kowak merah Nycticorax caledonicus
83. Burung hantu Biak Otus migicus-beccarii
84. Burung merak Pavo muticus
85. Ibis hitam Plegadis falcinellus
86. Merak kerdil Polyplectron malacense
87. Kakatua raja Probosciger aterrimus
88. Glatik kecil Psaltria exilis
89. Ibis hitam punggung putih Pseudibis davisoni
90. Kasturi raja Psittrichas fulgidus
91. Burung kipas perut putih Rhipidura
NAMA- NAMA ILMIAH HEWAN
DAFTAR NAMA- NAMA ILMIAH HEWANeuryura
92. Burung kipas Rhipidura javanica
93. Burung kipas ekor merah Rhipidura phoenicura
94. Burung tepus dada putih Satchyris grammiceps
95. Burung tepus pipi perak Satchyris melanothorax
96. Dara laut berjambul Sterna zimmermanni
97. Jalak putih Sturnus melanopterus
98. Nuri Sulawesi Tanygnathus sumatranus
99. Lemur ekor cincin Lemur cattta
100. Jerapah Giraffa camelopardalis


HASANUDIN 11281101186
I C Peternakan
Selasa, 09 oktober 2012
Biologi

Kamis, 02 Mei 2013

AQSAMUL QUR'AN


BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Aqsamul Qur’an
Menurut bahasa, aqsam merupakan bentuk jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan secara menurut istilah aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata qasam. Namun dengan pemakaiannya para ahli ada yang hanya yang menggunakan istilah al-Qasam saja seperti dalam kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karangan imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Ada juga yang mengidofatkanny dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsamul Qur’an seperti yang dipakai dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua istilah tersebut hanya berbeda pada konteks pemakaian katanya saja, sedangkan maksudnya tidak jauh berbeda.
Kalau demikian maka yang dimaksud dengan aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumapah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an. Selain pengertian diatas, qasam dapat puladiartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih. Dalam Al-Qur’an, ungkapan untuk memaparkan qasam adakalanya dengan memakai kata aqsama, dan kadang-kadang dengan menggunakan kata halafa.
Contoh penggunaan kedua kata tadi antara lain sebagai berikut:
Artinya: “(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Alla) lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan musyrikin) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Mujadilah: 18).
Artinya: “Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu Mengetahui”.(Al-Waqi’ah: 76)

2.     Huruf- huruf Qasam
Huruf-huruf yang digunakan untuk qasam ada tiga:
Pertama, huruf wawu, seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Maka demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti Perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat:23)
Kedua, huruf ba, seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Aku bersumpah demi hari kiamat” (QS. Al-Qiyamah: 1)
Bersumpah dengan menggunakan huruf ba bisa disertai kata yang menunjukkan sumpah, sebagaimana contoh di atas, dan boleh pula tidak menyertakan kata sumpah, sebagaiman dalam firman Allah SWT:
Artinya:“ Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Shaad: 82)
Sumpah dengan menggunkan huruf ba bisa menggunakan kata terang seperti pada dua contoh di atas, dan bisa pula menggunakan kata pengganti (dhomir) sebagaimana dalam ucapan keseharian:
Ketiga, huruf ta, seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.”(An-Nahl: 56).
Sumpah dengan menggunakan huruf ta tidak boleh menggunakan kata yang menunjukkan sumpah dan sesudah ta harus disebutkan kata Allah atau rabb.

3.    Unsur- unsur Qasam
Qasam terbagi menjadi tiga unsur yaitu adat qasam, muqsam bih dan muqsam ‘alaih.

1. Adat qasam adalah sghat yang digunkan untuk menunjukkan qasam, baik dalam bentuk fi’il maupun huruf seperti ba, ta, dan wawu sebgaai pengganti fi’il qasam. Contoh qasam dengan memakai kata kerja, misalnya firman Allah SWT:
Artinya: “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati”. (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. “(QS. An-Nahl ayat 38)
Adat qasam yang banyak dipakai dalah wawu, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun dan demi bukit Sinai.” (QS. At-Tin: 1-2)
Sedangkan khusus lafadz al-jalalah yang digunakan untuk pengganti fi’il qasam adalah huruf ta seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.

2. Al-Muqsam bih yaitu sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah. Sumpah dalam al-Qur’an ada kalanya dengan memakai nama yang Agung (Allah), dan ada kalanya dengan menggunakan nam-nama ciptaanNya. Qasam dengan menggunakan nama Allah dalam al-Qur’an hanya terdapat dalam tujuh tempat yaitu:
a. QS.Adz- dzariyat ayat 43   
b. QS . Yunus ayat 53
c. QS. At-Taghabun ayat 17
d. QS. Maryam ayat 68
e. QS. Al-Hijr ayat 92
f. QS. An-Nisa ayat 65 
g. QS. Al-Ma’arij ayat 40

Misalnya firman Allah SWT:
Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: “Ya, demi Tuhanku, Sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”.(QSYunus ayat 53)
Selain pada tujuh tempat dia tas, Allah memakai qasam dengan nama-nama ciptannya seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Maka aku bersumpah dengantempat beredarnya bintang-bintang”. (QS. Al-Waqi’ah: 75).

3. Al-muqsam ‘alaih kadang juga disebut jawab qasam. Muqsam ‘alaih merupakan suatu pernyataan yang datang mengiringi qasam, berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Di dalam Qur’an terdapat dua muqsam ‘alaih, yaitu yang disebutkan secara tegas atau dibunag. Jenis yang pertama terdapat dalam ayat-ayat sebagai berikut:
Artinya: “Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat.dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan Sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi.” (QS. Adz-Dzariyat: 1-6)
Jenis kedua muqsam ‘alaih atau jawab qasam dihilangkan/dibuang karena alasan sebagai berikut:
Pertama, di dalam muqsam bih nya sudah terkandung makna muqsam ‘alaih.
Kedua, qasam tidak memerlukan jawaban karena sudah dapat dipahami dari redaksi ayat dalam surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Contoh jenis ini dapat dilihat mislanya dalam ayat yang berbunyi:
Artinya: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).” (QS. Ad-Dhuha: 1-2).

4.     Macam- macam Qasam
Qasam itu adakalanya zhahir dan adakalanya mudmar. 
a. Zhahir, ialah sumpah di dlamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar berupa ba, wawu, dan ta. Seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah: 1-2).
b. Mudhmar ialah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah:
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh.”

E. Tujuan Aqsam dalam Al-Qur’an
Menurut Manna al-Qhaththan, tujuan qasam dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam ‘alaih. Karena itu, muqsam ‘alih berupa sesuatu yang layak untuk dijadikan sumpah, seperti hal-hal yang tersembunyi, jika qasam itu dimaksudkan untuk menetapkan kebenaran.
2. untuk menjelaskan tauhid atau untuk menegaskan kebenaran al-Qur’an.

F. Faedah Aqsam dalam Al-Qur’an
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qur’an al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam Kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan, kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menerapkan hukum dengan cara paling sempurna.

G. Bersumpah dengan selain Allah
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku at-Ta’bir Alfan fil Qur’an bahwa sumpah dengan selain nama Allah dihukumi dengan musyrik. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Umar ra, yang artinya:
“Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka berarti dia telah kafir atau musyrik.”(HR. Tirmidzi).
Dalam hadits lain disebutkan, yang artinya: “Sesungguhnya Allah bersumpah bisa dengan makhlukNya apa saja. Tetapi seorangpun tidak boleh bersumpah selain dengan nama Allah.”(HR. Ibn Abi Hatim)
Ada pula yang mengatakan bahwa sumpah dengan selain Allah diperbolehkan berdasarkan contoh hadits Bukhari berikut:
“Ketika pada saat Rasulullah SAW sayyidina Abu bakar ra membuka kain penutup wajah Nabi SAW lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh Beliau SAW seraya berkata: Demi ayahku, dan Engkau dan Ibuku wahai Rasulullah, Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati.”(Shahihul Bukhari no.1184, 4187).
Namun kebanyakan ulama tetap mengharamkan bersumpah selain dengan nama Allah.




BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan tertentu, yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.
Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an atau untunuk memperkuat informasi kepada orang lain yang mungkin sdang mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh keyakinan

2.    Saran
Semoga setelah kita mengetahui faedah dari aqsam al alqur’an kita akan bertambah rajin membaca kitab suci alqur’an dan beribadah kepada Allah.

Dikutip dari berbagai sumber
Only that wish you satisfied

MACAM- MACAM KITAB HADIST


BAB II
PEMBAHASAN
1.    KITAB JAMI’
Menurut etimologinya, al-Jami’ artinya “yang menghimpun” sehingga dapat dipahami bahwa kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun banyak hal. Karena itulah, menurut istilah ulama hadis, pengertian kitab al-Jami’ ada dua macam, yaitu:
a.    Dilihat dari segi pokok kandungan hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab al-Jami’ adalah kitab hadis yang disusun dan dibukukan oleh pengarangnya terhadap semua pembahasan agama. Di antaranya masalah iman, thaharah, ibadah, mu’amalah, pernikahan, sirah, riwayat hidup, tafsir, adab, penyucian jiwa, fitnah dan lain sebagainya. Inilah yang membedakan antara kitab al-jami’ dan kitab al-Musannaf. Karena hanya disusun berdasarkan permasalahan tertentu dan umumnya adalah mengenai persoalan fikih, sedangkan al-Jami’ lebih umum.
b.    Dilihat dari segi sumber rujukan hadis-hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang berasal dari kitab-kitab hadis yang telah ada.
Hanya saja secara umum, kitab al-Jami’ dimaknai dalam pengertiannya yang pertama yaitu kitab disusun berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis dari berbagai sendi ajaran Islam.
Sebagai contoh kitab al-Jami’ adalah kitab Sahih al-Bukhari (194-256 H), kitab tersebut ia beri nama “al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min umuri Rasulillahi Sallallahu ‘alaihi wa sallama wa sunanihi wa ayyamihi. kitab tersebut dinamakan al-Jami’ karena di dalamnya mencakup masalah yang beraneka ragam, termasuk persoalan hukum, politik, dan sebagainya.


2.    KITAB SHAHIH
Kitab hadist shahih ialah kitab yang berisi hadist- hadist shahih saja. Seperti kitab hadist
yang terkenal yaitu shahih Al Bukhary dan Shahih Muslim.
Shahih Al Bukhary adalah kitab yang mula- mula yang membukukan hadist- hadist shahih. Kebanyakan ulama hadist sepakat menetapkan bahwa shahih Bukhary itu adalah seshahih- shahih kitab sesudah Al-  Qur’an.

3.    KITAB SUNAN
Yang dimaksud dengan kitab Sunan adalah kitab yang ditulis dengan mengikuti urutan bab fiqh, seperti Iman, Thaharah, salat, zakat, dan seterusnya, dan kebanyakan berisi hadits marfu’, sedikit dan jarang sekali memuat khabar mauquf. (Ar-Risalah al-Mustathrafah, al-Kutabi, h.32, dengan perubahan redaksi). 
a.    Sunan Abu Dawud
Penulisnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar bin Azdi as Sijistani atau lebih dikenal dengan Abu Dawud as-Sijistani rahimahullahu, seorang Imam dan tokoh ahli hadits dari Sijistan, Bashrah. Beliau lahir pada 202 dan wafat tahun 275. beliau juga memiliki banyak karya diantaranya adalah : al-Marasil, kitab al-Qodar, an-nasikh wal Mansukh, Fadha’ilul ’Amal, Kitab az-Zuhd, Dalailun Nubuwah, Ibtda’ul Wahyi dan Akhbarul Khowarij.
Al-Imam Abu Dawud di dalam menulis kitab ini tidak hanya memuat hadits shahih saja, namun beliau juga memasukkan hadits hasan dan dhaif yang tidak dibuang oleh ulama hadits. Beberapa ulama mengkritik Sunan Abu Dawud karena ditengarai memuat hadits maudhu’ diantaranya adalah Imam Ibnul Jauzi. Beliau mengatakan bahwa ada beberapa hadits maudhu’ dalam Sunan Abu Dawud ini, namun kritikan beliau ini dibantah oleh Imam Jalaludin as-Suyuthi (w. 911). Biar bagaimanapun, ribuan hadits yang shahih dalam Sunan Abu Dawud tidaklah memperngaruhi nilai keabsahan Sunan Abu Dawud sebagai kitab hadits ketiga setelah Shahih Bukhari dan Muslim yang dijadikan mashdar oleh kaum muslimin dan kitab Sunan yang paling diutamakan diantara kitab sunan lainnya.
Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyak 4.800 hadits, sebagian ulama menghitungnya sebanyak 5.274 hadits. Perbedaan ini dikarenakan sebagian orang menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai dua hadits. Abu Dawud membagi Sunannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab.
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahullahu dalam Kaifa Nastafiidu minal Kutubil Haditsiyah (hal. 18) berkata : ”Kitab Sunan karya Abu Dawud ini adalah kitab yang sangat agung, yang diperkaya oleh penulisnya di dalamnya hadits-hadits ahkam dan mentartibnya serta memaparkannya berdasarkan urutan bab-bab yang menunjukkan atas kefakihan dan kedalamannya terhadap ilmu riwayah dan diroyah.”
Beberapa ulama mensyarah dan meneliti Sunan Abu Dawud ini, diantaranya :
1.    Ma’alimus Sunan yang ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim al-Busti al-Khaththabi (w. 388) yang merupakan syarah sederhana dengan mengupas masalah bahasa, penelitian terhadap riwayat, istinbath hukum dan pembahasan adab.
2.    Aunul Ma’bud ’ala Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Syamsul Haq Muhammad Asyraf bin Ali Haidar ash-Shiddiqi al-Azhim Abadi as-Salafi (ulama abad ke-14) dalam 4 jilid besar.
3.    al-Manhalu Adzbu al-Maurid yang ditulis oleh Syaikh Mahmud bin Khaththab as-Subki (w. 1352). Beliau juga meneliti dan memilah serta menjelaskan derajat hadits-hadist yang shahih, hasan maupun dhaif.
4.    al-Mujtaba Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh al-Imam al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (w. 656) yang meringkas, menyusun kembali dan menyebutkan perawi-peraei lain yang juga meriwayatkan hadits di dalam Sunan Abu Dawud, serta beliau menunjukkan beberapa hadits dhaif di dalamnya.
5.    Ta’liq al-Mujtaba oleh Syaikhul Islam kedua, Imam Ibnul Qayyim (w. 751) yang memberikan Komentar tentang kelemahan hadits yang dijelaskan oleh al-Mundziri, menegaskan keshahihah hadits yang belum dishahihkan serta membahas matan yang musykil.
Demikianlah sekilas penjelasan seputar Sunan Abu Dawud, dan telah jelaslah bahwa tidak semua hadits yang dimuat oleh Imam Abu Dawud as-Sijistani di dalam Sunan-nya adalah shahih. Oleh karena itu al-Muhaddits Muhammad Nashirudin al-Albani meneliti kembali derajat hadits-hadits di dalam Sunan Abu Dawud dan menuliskannya sebagai kitab Shahih Sunan Abu Dawud dan dhaifnya.
b.    Sunan an-Nasa’i
Penulisnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan al-Khurasani. Lahir tahun 215 dan wafat tahun 303 menurut pendapat Syamsudin adz-Dzahabi dan Abu Ja’far ath-Thohawi. Beliau adalah ulama hadits terkemuka di masanya, seorang yang sangat teliti dan memiliki persyaratan yang ketat di dalam menerima hadits. Beliau memiliki beberapa karya dinataranya as-Sunanul Kubra, as-Sunanus Shughra (juga dikatakan al-Mujtaba), al-Khashaish, Fadhailus Shahabah dan al-Manasik.
Imam Nasa’i sangat cermat di dalam menyusun Sunanus Shughra ini yang beliau tulis setelah menyusun Sunanul Kubra. Beliau berupaya hanya menghimpun yang shahih saja di dalam kitab Sunan-nya ini. Namun Syaikh Abul Faraj Ibnul Jauzi mengatakan bahwa ada sekitar sepuluh buah hadits maudhu’ di dalamnya, walau imam Jalaludin as-Suyuthi membantahnya. Namun, biar bagaimanapun terdapat sedikit hadits dhaif di dalam Sunan-nya ini. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad di dalam kaifa Nastafiidu (hal. 22) berkata : ”Kitab ini adalah kitab yang agung tingkatannya, banyak bab-babnya, dan penjelasan akan bab-babnya menunjukkan fakihnya penulisnya, bahkan sungguh diantaranya menampakkan kedalaman dan kecermatan Imam Nasa’i di dalam beritinbath.”
Sunan an-Nasa’i ini menghimpun sejumlah 51 kitab dan haditsnya berjumlah 5774 hadits. Adapun mengenai syarah an-Nasa’i, sesungguhnya masih sangat sedikit sekali walaupun kitab ini sudah berumur hampir 600 tahun. Al-Hafizh Jalaludin as-Suyuthi memberikan syarah yang sangat singkat yang berjudul Zihar ar-Rubba ’alal Mujtaba yang meneliti para perawi, menjelaskan sebagian lafazh dan hadits gharib serta menerangkan mengenai hukum dan adab yang terkandung di dalam hadits Sunan. Selain as-Suyuthi, juga seorang muhaddits India yang bernama al-Allamah Abul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi as-Sindi (w. 1138) memberikan syarah yang lebih sempurna dibandingkan syarah as-Suyuthi.
c.    Sunan at-Tirmidzi
Penulisnya adalah al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami at-Turmudzi dari Tirmidz, Iran Utara. Beliau adalah seorang imam ahli hadits yang kuat hafalannya, amanah dan teliti. Beliau lahir pada tahun 209 dan pada akhir hidupnya menjadi buta dan wafat tahun 279. Beliau memiliki beberapa karangan diantaranya adalah Kitabul Jami’ (lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzi), al-’Illat, at-Tarikh, asy-Syamail an-Nabawiyah, az-Zuhd dan al-Asma’ wal Kuna.
      
d.     Sunan Ibnu Majah
Penulisnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh as-Suyuthi.

1.    KITAB AL- MUSHANNAF
Musannaf dari aspek etimologinya berasal dari kata صنّفيصنّفتصنيفا yang berarti menggolong-golongkan, membagi-bagi menurut jenisnya. Sehingga musannaf memiliki makna “sesuatu yang tersusun”.
Pengertian Musannaf menurut terminologi, adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab permasalahan tertentu. Misalnya saja bab-bab fikih yang mencakup hadis-hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’, atau di dalamnya terdapat hadis Nabi saw, perkataan sahabat, fatwa-fatwa tabi’in, dan terkadang fatwa tabi’ut tabi’in.
Menurut ulama mutaqaddimin, pengertian musannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fikih semata. Akan tetapi seiring dengan perkembangan masa, pengertian Musannaf dikembalikan ke makna dasarnya yaitu “sesuatu yang tersusun” sehingga bagi ulama muta’akhirin, pengertian musannaf adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab tertentu tanpa harus dibatasi pada bab fikih saja.
Di antara kitab-kitab Musannaf tersebut adalah;
Al-Musannaf karya Imam Zaid bin Ali al Washithi Abu Khalid (w. 72 H.). Zaid menyusun hadis Nabi berdasarkan persoalan fikih dan hukum. Kitabnya sering dinakaman dengan musnad karena semua riwayat yang disebutkan semuanya disandarkan pada Imam Zaid, sering pula dinamakan al-Majmu’ karena kitab tersebut mengumpulkan hadis, perkataan dan beberapa fatwa. Hanya saja perlu diketahui bahwa semua hadis yang terdapat di dalamnya semuanya bersumber dari jalur Zaid dari bapaknya dari kakeknya dari Ali bin Abi Thalib.
Al-Musannaf karya Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ al Humairi al Shan’ani (126-211 H). Sesuai dengan namanya, kitab ini tersusun berdasarkan bab-bab fikih sehingga ia diawali dengan pembahasan thaharah dan seterusnya, di mana jumlahnya terdiri atas 136 bab. Di dalamnya juga terdapat hadis shahih dan dhaif serta hadis yang memiliki kecacatan.
Al-Musannaf karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi. Kitab ini termasuk kitab Syarh al-Atsar, karena di dalamnya dicantumkan banyak hadis dan atsar shahabat. Hanya saja Ibnu Abi Syaibah tidak terlalu selektif dalam menghimpun hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat. Hampir semua hadis dan atsar shahabat dimasukkan ke dalamnya, baik yang berstatus shahih, hasan, maupun dhaif. Akan tetapi, tentu saja ia tidak memasukkan hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat yang jelas-jelas palsu. Kitab ini pun disusun berdasarkan bab-bab fikih karena memang Ibnu Abi Syaibah hidup di sebuah masa ketika fikih sedang mengalami kejayaan. Pada masa tersebut, banyak mahdzab fikih bermunculan. Karenanya, di dalam kitabnya, ia sering mengutip pendapat atau pernyataan para ulama mengenai persoalan tertentu, tanpa melalui seleksi yang ketat. Sehingga di dalamnya ditemukan ada hadis dan atsar yang berkualitas munqati’, mu’dal, ma’lul dan mursal.

2.    KITAB MUWATTA’
pengertian Muwatta' menurut etimogi, “sesuatu yang dimudahkan”sehingga ada indikasi bahwa kitab tersebut merupakan sebuah kitab himpunan hadis yang memberikan kemudahan kepada pembacanya. Pengertian Muwatta' menurut terminologi adalah kitab yang tersusun berdasarkan urutan bab-bab fikih dan mencakup hadis-hadis marfu’, mauquf dan maqtu’.
Tampak bahwa Pengertian Musannaf dan pengertian Muwatta tidak memiliki perbedaan kecuali dari aspek penyebutannya saja. Karena itulah kitab Muwatta’ semisal karya Imam Malik bin Anas sering juga disebut sebagai al-Musannaf.
Akan tetapi, seiring dengan adanya ungkapan ikhtilaf al-ma’ani bi ikhtilaf al-mabani “perbedaan makna disebabkan oleh perbedaan kosa-kata” maka sekalipun kedua kata tersebut (musannaf dan muwatta’) sama tentunya tetap ada perbedaan di sana. Sehingga penulis, dalam melihat perbedaan tersebut menekankan pada latar belakang peristilahan tersebut. Artinya istilah musannaf lahir dari aspek metodologi penyusunannya, sedangkan muwatta’ dilatarbelakangi urgensi dan tujuannya. Karena musannaf adalah sesuatu yang tersusun berdasarkan masalah-masalah tertentu sementara muwatta’ adalah sesuatu yang memberikan kemudahan.

3.    KITAB MUSNAD
Menurut etimologi, musnad berarti “sesuatu yang disandarkan pada sumbernya” Sehingga di sini dipahami bahwa kitab musnad merupakan kumpulan hadis yang semuanya tersusun dengan sebuah sandaran tertentu. Sedangkan menurut terminologinya, Kitab Musnad adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama perawi pertama.
Metodologi urutan nama perawi pertama tersebut berbeda-beda sesuai dengan keinginan penyusun setiap kitab musnad, ada yang berdasarkan menurut tertib kabilah misalnya dengan mendahulukan Bani Hasyim kemudian kabilah-kabilah yang lebih dekat dengan Nabi dari aspek nasab dan keturunannya. Ada yang berdasarkan nama sahabat menurut urutan waktu dalam memeluk Islam, termasuk di antaranya adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H), di mana ia memulai menyusun kitabnya yang diawali dengan sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, kemudian ahlu bait dan seterusnya. Adapula yang menyusun kitab musnad berdasarkan urutan huruf alfabet setiap nama sahabat, termasuk di dalamnya kitab musnad yang dikarang oleh Baqi bin Makhlad al Qurthubi (w. 276 H). Adapula yang menyusun kitab musnad berdasarkan daerah tempat tinggal sahabat, termasuk di dalamnya adalah Musnad al-Syamiyyin karya Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Qasim al-Thabrani. Adapula yang hanya membatasi pada seoprang sahabat saja, termasuk di antaranya adalah Musnad ‘Aisyah karya Ibnu Abi Daud, Musnad Umar bin Khattab karya Ibn al-Najjad.
Musnad-musnad yang terdapat dalam kitab musnad tersebut, tidak hanya berisi kumpulan hadis shahih saja, tetapi mencakup semua hadis shahih, hasan, dan dhaif, dan tidak berurutan berdasarkan bab-bab fikih, karena urutan tersebut harus menggabungkan musnad setiap sahabat tanpa melihat obyek pembahasan riwayatnya. Hal ini akan mempersulit bagi orang yang ingin mempelajarinya karena kesulitan mendapatkan hadis-hadis hukum fikih itu sendiri atau hadis-hadis tentang suatu permasalahan tertentu.
Di antara keistimewaan yang dimiliki oleh kitab musnad adalah kitab tersebut hanya mencakup hadis-hadis yang berasal dari nabi, artinya tidak terdapat di dalamnya perkataan sahabat atau tabi’in apalagi fatwa tabi’ut tabi’in kecuali sedikit saja. Kedua, di dalam kitab musnad sudah tidak ada ditemukan tambahan-tambahan dari penulisnya kecuali sedikit saja. Misalnya saja musnad al-Humaidi, di sana ia dan gurunya terkadang memberikan komentar terhadap riwayat yang disampaikan.

4.    KITAB MUSTADRAK
Kitab Hadis yang mengumpulkan Hadis-hadis yang tidak disebutkan oleh seseorang pengarang sebelumnya secara sengaja atau tidak. Contohnya kitab Mustadarak al-Hakim setebal 4 jilid di mana Hadis-hadis tersebut dikumpul menepati syarat-syarat yang digunakan oleh Bukhari dan Muslim.
Kitab ini tidak boleh dibaca begitu saja, tetapi mesti bersama dengan takhrijnya oleh al-Zahabi. Antara contoh kitab-kitab mustadrak yang lain adalah seperti Mustadrak Hafiz Ahmad al-Maliki. Tujuan penyusunan kitab  Mustadarak ialah: Supaya kita tidak menganggap Hadis sahih hanyalah apa yang terkandung di dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim sahaja.

5.    KITAB MUSTAKHRAJ
Mengumpulkan Hadis-hadis yang sama dalam satu kitab tetapi sanadnya berlainan di mana sanadnya bertemu dengan syeikh kitab asalnya (gurunya) seperti Hadis tentang niat.
Contoh kitab Mustakhraj ialah Mustakhraj Abu ‘Awanah `Ala Sahih Muslim.
Ada juga yang hanya membawa Hadis-hadis tersebut tetapi tidak membawa sanadnya. Beliau cuma menyebut kitab-kitab yang menyebut tentang perawinya. Tujuannya adalah: Supaya Hadis-hadis tersebut akan lebih meyakinkan dengan banyaknya para perawi yang meriwayatkan Hadis tersebut.
Contoh lain juga ialah Mustakhraj ala Sahihain:
1.    Mustakhraj atas kitab Sahih Muslim oleh Abu Ja`far bin Hamdan, Abu Bakar al-Jauzaqi, Abi Imran Musa bin Abbas, Abi Said bin Utsman dan sebagainya.2.
2.    Mustkhraj ke atas Bukhari saja seperti karangan al-Ismaili, Abu Abdillah dan lain-lain.
Ada juga Mustakhraj atas al-Tirmizi oleh Abi Ali al-Tusi, Mustakhraj atas Abu Daud, Kitab al-Tauhid karangan Ibn Khuzaimah. Bagaimanapun mereka tidak beriltizam tentang kesahihannya.
Ada juga yang mentakrifkan Mustakhraj yang mana sanadnya bertemu dengan tabi`in tetapi ada iktilaf mengenainya. Faedah penyusunan kitab Mustakhraj:
1.    Ketinggian sanad- ia ditulis untuk menunjukkan sanadnya lebih tinggi dari kitab asal seperti Muslim. Contoh Abu `Awanah dalam kitabnya Mustakhraj Abu ‘Awanah yang mengambil sanad Hadis tersebut atas lagi daripada guru Muslim.
2.    Menunjukkan kekuatan Hadis itu. Contohnya jika Hadis itu hanya disebutkan di dalam Sunan Abu Daud saja, tetapi tidak diriwayatkan oleh orang lain. Sekiranya Hadis tersebut terdapat dalam Sunan Abu Daud itu pula bertentangan dengan Hadis yang lain, maka ia perlukan penguat. Dengan adanya kitab Mustakhraj, kita dapat mencari penguat-penguatnya yang lain supaya proses pentarjihan dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, kitab Mustakhraj penting sebagai penguat apabila riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
3.    Menerangkan sanad yang tidak jelas. Contohnya pada peringkat permulaan seseorang perawi itu masih kuat ingatannya tetapi semasa menghampiri akhir hayatnya ia menjadi seorang yang mukhtalit (nyanyuk). Dengan itu dapat dipastikan bilakah sebuah Hadis itu diambil sama dengan ketika ingatannya masih kuat atau selepas menjadi nyanyuk. Contohnya perawi Bukhari dan Muslim, Hisyam bin Urwah bin Zubair yang nyanyuk selepas berhijrah ke Iraq.
  1. Kitab asal riwayat dari mudallis yang dikira daif sekiranya menggunakan lafaz  ‘an. tetapi dengan adanya Mustakhraj, adanya sanad lain yang mengunakan lafaz yang menunjukkan dengan jelas yang dia mendengar Hadis.
  2. Riwayat secara mubham- yaitu perawi yang tidak dijelaskan namanya seperti  ‘haddatsana rajulun min ahli bait’. Tidak diketahui siapa ‘rajulun’ itu? Nama perawi mubham akan diketahui apabila memeriksa kitab Mustakhraj.
  3. Mengetahui siapakah orang yang disebut namanya secara muhmal tanpa kunyahnya-contoh Muhammad. Muhammad yang mana
  4. Isnad asal ada `illah yang sukar untuk diselesaikan tanpa berpandukan kepada riwayat yang bebas `illah. Contohnya perawi tersebut dituduh sebagai Syiah, Irja’dan sebagainya.

Sumber : Dari berbagai referensi.
    Jadi hanya itu saja teman- teman Semoga bermanfaat